Skip to main content

Mengijinkan Berlalu

Sore itu, matahari masih belum begitu ramah untuk sekedar diajak bercanda. Suasana pantai dengan anugerah matahari terbenam memang selalu menyajikan suasana perpisahan yang begitu indah. Sejenak kita bisa menikmati senja yang berlalu begitu saja. Tidak menyapa, tidak berpamitan, dan pergi begitu saja. Indah tapi berlalu.

Sambil duduk sendiri sambil menikmati semuanya, aku teringat salah satu cerita seorang sahabat. Sebuah cerita tentang cinta yang tak harus berakhir bahagia. Aku masih teringat, ketika seorang sahabat mengatakan bahwa kisah cintanya berakhir. Kisah cinta yang ia pejuangkan sekuat tenaga dan akhirnya kandas juga. Bulan-bulan pertama setelah ia putus, ia masih menganggap bahwa hidup tidak adil padanya. Ia masih tidak percaya, apa yang sudah diperjuangkan sudah tidak ada artinya lagi.

Sambil menatap senja saat itu, aku sedikit paham beberapa hal tentang perpisahan. Perpisahan itu pasti, bagaimana pun kita menghalanginya perpisahan akan tetap ada. Tetapi mengapa selalu ada rasa sakit disetiap perpisahan? Iya, itu karena kita belum siap dengan perpisahan dan merelakan. Merelakan seseorang yang kita cintai pergi, butuh keberanian yang besar.

Aku masih ingat, beberapa bulan setelah itu. Sahabatku sempat berbagi kisah bahwa tidak mudah melewati hari-hari sendiri. Hari-hari dimana ia melihat orang yang amat disayanginya pergi begitu saja apalagi ini bukan yang pertama baginya. Kekasih tercinta pergi kepelukan masa lalunya atau memilih berhenti untuk berjuang setelah bertahun-tahun bersama.

Jika anda pernah mendengar cinta tidak harus memiliki, mungkin itu benar adanya. Sahabatku pun menyetujui itu. Ia merelakan orang yang dicintainya itu pergi, tanpa harus berusaha menghapus kasih sayangnya pada orang yang meninggalkannya. Menyakitkan memang, tetapi itu jalan terbaik. Aku masih ingat tawa sahabatku ketika ia bangga pada dirinya sendiri. Ia sudah membantu mantannya untuk mengetahui bahwa bukan dirinyalah cinta senjati. Tetapi orang lain, orang yang telah dinikahinya saat ini.

Jika anda menikmati matahari terbenam, anda akan tetap menikmati indahnya sebuah hal yang perlahan berlalu. Pada saat itu, orang yang anda sayangi akan pergi dan berlalu tanpa berhenti sejenak untuk menguatkan diri anda yang ditinggalkan. Tugas anda adalah menikmati keindahan tersebut dan merelakannya pergi karena anda sayang dia. Sambil tersenyum, aku melihat matahari yang mulai tenggelam begitu indahnya. Sudah saatnya aku pulang.

Comments

Popular posts from this blog

Takut Akan Masa Depan

Siapa yang pernah atau sedang mengalami hal ini? Takut akan sesuatu yang terjadi dimasa depan. Sebelumnya aku mau info, tulisan ini bukanlah sebuah solusi bagaimana cara kita agar tidak takut menghadapi masa depan. Tulisan ini hanya apa yang kupikirkan saja, jadi lebih ke curhat dan bukan solusi ya, hehehe... Jadi sering aku dihantui dengan ketakutan masa depan. Sesuatu yang tidak pasti. Bagaimana kalau terjadi A? Bagaimana kalau B? Jadi hal itu benar-benar mengganggu. Terbesit apakah aku akan bisa menghadapi jika sesuatu itu akan datang atau tidak, atau apakah nanti masih baik-baik saja atau tidak. Terjebak dalam moment itu seperti pengulangan yang tak terhingga alias looping-looping terus. Serasa tidak ada habisnya. Bagaimana cara menghadapinya adalah pertanyaan yg sering aku lontarkan ke diriku sendiri. Setelah itu aku mencoba memberanikan diri untuk masuk dan mengamati kenapa aku bisa takut akan masa depan. Ternyata mengamati dan mencoba memahami diri sendiri itu penting. Bukan unt

Lelah dan Tertidur

Kesendirian memiliki dua sisi yang berlawanan, ia bisa melemahkan dan ia bisa menguatkan kita. Hal, kecil dari pengalaman pribadi di suatu sore bersama adik. Kami diberikan tugas oleh ibu untuk memasang galon air pada dispenser. Dan rasa malas pun melemahkan kami sehingga kami saling lempar tanggung jawab, hanya untuk sekedar memasang galon air pada dispenser. Jika pada saat itu saya sendiri, saya sudah lakukan itu langsung.

Nikmati Saat Ini

Aku sedang duduk. Ditemani oleh suasana siang yang penat. Syukur sebuah pohon dengan ikhlasnya meneduhkan suasana. Pikiran selalu memaksa ku untuk tak berpaling pada penatnya hidup. Deru masalah, daftar pekerjaan, dan bisingnya hidup. Pikiranku selalu berlari diantara itu, minta untuk diperhatikan. Tapi hati selalu menahan ku. Menahanku untuk tak selalu mengikuti arus itu. Menahanku untuk berhenti sejenak. Berhenti untuk menikmati suasana, ya suasana ini. Nikmatilah.