Skip to main content

Pagi Yang Mesra

Terbangun pagi seperti biasa ditempat berbeda dan suasana yang berbeda. Melihat sekeliling pagi dan berusaha menemukan tempat terbaik untuk bersandar mempertahankan kesadaran dan mengembalikan tekanan gravitasi tempat tidur ini. Seperti biasa, dimana pun aku terbangun, pagi memang begitu amat sangat mesra. Selalu ingin berlama-lama dengan kemesraan tersebut tetapi sayangnya pasti berganti.

Teringat seseorang di masa lalu, selalu dapat mengisi mesranya setiap pagi ku, walau kami tidak sedang bersama. Sayangnya itu pun juga telah berganti. Seorang sahabat pernah berbagi tentang setiap hal menakjubkan tentang mesranya pagi baginya, membuat setiap detiknya masuk dalam sebuah perenungan.

Ia bercerita ketika suatu pagi ia terbangun karena tawa canda anak-anak kecil yang dengan semangatnya berlari berangkat sekolah. Melihat dari sisi jendela dengan sinar yang masuk secara perlahan-lahan, ia melihat begitu bahagianya anak-anak itu. Sesederhana itu untuk bahagia dan senyum pun terbentuk di wajah mereka. Pagi yang indah.

Ia juga berbagi tentang pagi pertamanya setelah ditinggal pergi cintanya. Pagi itu ia katakan sangat berat, sangat tidak mesra, dan amat tidak nyaman. Tidak seperti pagi-pagi sebelumnya, dan itu menyakitkan. Tetapi mengalami pagi seperti ini bukanlah sebuah kesalahan baginya, setelah ia paham, ia berterimakasih pernah berkenalan dengan pagi itu.

Jika pagi anda masih dihiasi oleh cerewetnya ibu atau ayah saat membangunkan, tetaplah bersyukur. Bagi seseorang yang kini tinggal jauh dengan orang tuanya, mereka akan merindukan cerewetnya seorang ibu memastikan anaknya terbangun pagi. Itu salah satu hal indah yang sering aku tunggu ketika bangun siang di kampung.

Sahabatku pernah mengatakan banyak hal tentang paginya, tetapi ada beberapa hal yang tak pernah ku lupakan. Pagi selalu membangunkan kita dari mimpi, indah maupun buruk. Memberikan sandaran untuk mempersiapkan langkah pertama mengawali setiap hari. Menyediakan renungan dan introspeksi diri tentang masa lalu untuk masa ini. Menyadarkan bahwa kita tidak hidup di masa lalu maupun di masa depan, tapi masa ini saat ini. Dan seharusnya penyesalan di masa lalu bukan menjadi sebuah hambatan untuk saat ini. Ehm, mesra mu (pagi) sudah akan berganti, saatnya menyiapkan diri untuk rutinitas hari ini.

Comments

Popular posts from this blog

Takut Akan Masa Depan

Siapa yang pernah atau sedang mengalami hal ini? Takut akan sesuatu yang terjadi dimasa depan. Sebelumnya aku mau info, tulisan ini bukanlah sebuah solusi bagaimana cara kita agar tidak takut menghadapi masa depan. Tulisan ini hanya apa yang kupikirkan saja, jadi lebih ke curhat dan bukan solusi ya, hehehe... Jadi sering aku dihantui dengan ketakutan masa depan. Sesuatu yang tidak pasti. Bagaimana kalau terjadi A? Bagaimana kalau B? Jadi hal itu benar-benar mengganggu. Terbesit apakah aku akan bisa menghadapi jika sesuatu itu akan datang atau tidak, atau apakah nanti masih baik-baik saja atau tidak. Terjebak dalam moment itu seperti pengulangan yang tak terhingga alias looping-looping terus. Serasa tidak ada habisnya. Bagaimana cara menghadapinya adalah pertanyaan yg sering aku lontarkan ke diriku sendiri. Setelah itu aku mencoba memberanikan diri untuk masuk dan mengamati kenapa aku bisa takut akan masa depan. Ternyata mengamati dan mencoba memahami diri sendiri itu penting. Bukan unt

Lelah dan Tertidur

Kesendirian memiliki dua sisi yang berlawanan, ia bisa melemahkan dan ia bisa menguatkan kita. Hal, kecil dari pengalaman pribadi di suatu sore bersama adik. Kami diberikan tugas oleh ibu untuk memasang galon air pada dispenser. Dan rasa malas pun melemahkan kami sehingga kami saling lempar tanggung jawab, hanya untuk sekedar memasang galon air pada dispenser. Jika pada saat itu saya sendiri, saya sudah lakukan itu langsung.

Nikmati Saat Ini

Aku sedang duduk. Ditemani oleh suasana siang yang penat. Syukur sebuah pohon dengan ikhlasnya meneduhkan suasana. Pikiran selalu memaksa ku untuk tak berpaling pada penatnya hidup. Deru masalah, daftar pekerjaan, dan bisingnya hidup. Pikiranku selalu berlari diantara itu, minta untuk diperhatikan. Tapi hati selalu menahan ku. Menahanku untuk tak selalu mengikuti arus itu. Menahanku untuk berhenti sejenak. Berhenti untuk menikmati suasana, ya suasana ini. Nikmatilah.